Minggu, 07 April 2013

Perekonomian Indonesia



“ Tugas Perekonomian Indonesia (Softskill) ”


Kelas        : 1EB20

Nama                                                  NPM
    1.   Arrafah Marzuqoh                          28212115               
    2.   Ayu Putrisari                                   21212291       
    3.   Fachmi Putri Ristanti                     22212592
    4.   Roslinda Oktavia Sitakar                2A212097



UNIVERSITAS GUNADARMA
TAHUN AJARAN 2013/2014


Tugas Perekonomian Indonesia (Softskill)

Tugas Pertama

1.    Terangkan arti GDB sebagai indikator kemakmuran ekonomi dengan segala kekuatan dan kelemahannya dalam perkembangan perekonomian Indonesia selama ini.
Jawab :
Produk domestik bruto (Gross Domestic Product) adalah suatu metode penghitungan yang digunakan oleh suatu negara sebagai tolak ukur yang utama bagi kegiatan perekonomian nasional negaranya, namun pada dasarnya GDP mengukur seluruh volume produksi dari suatu negara secara geografis. Dalam perhitungan GDP ini, termasuk juga didalamnya adalah hasil produksi barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu perusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang belum diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari GDP dianggap bersifat bruto/kotor.
GDP disini mengandung arti untuk mengukur sebuah nilai pasar dari suatu barang dan jasa akhir yang diproduksi oleh sumber daya yang terdapat dalam sebuah negara selama jangka waktu tertentu, biasanya dalam kurun waktu satu tahun.  GDP dapat juga digunakan untuk mempelajari perekonomian dari waktu ke waktu atau sebagai alat perbandingan beberapa perekonomian pada suatu saat. Selain itu, GDP dapat digunakan untuk mengukur suatu tingkat kesehatan perekonomian suatu wilayah (negara). Tetapi GDP seringkali dikritik dengan alasan tidak mencatumkan transaksi ekonomi pada tingkat rendah. Dalam Forex Trading GDP merupakan salah satu indikator terpenting yang bisa memicu volatilitas harga terutama untuk Core GDP. Dalam skala A sampai D dengan A adalah sangat penting  sedangkan  D tidak penting sama sekali, GDP merupakan indikator berskala B yang dapat menyebabkan perubahan volatilitas mata uang.  
GDP dirilis per kuarter, dan angka dalam data ini menunjukkan persentase pertumbuhan dari kuarter sebelumnya. Laporan GDP terbagi dalam 3 rilis :
 1) Advanced – Rilis Pertama; 
2) Preliminary – Revisi Pertama; dan 
3) Final – Revisi Kedua dan Terakhir. Ketiga revisi inilah yang biasanya berdampak signifikan bagi pasar.
Jika GDP (persentase)  naik dibandingkan dengan data pada periode sebelumnya maka nilai mata uang dari suatu negara yang bersangkutan cenderung mengalami kenaikan. Hal ini dapat terjadi, karena GDP menggambarkan seluruh nilai transaksi suatu negara secara umum. Jika siklus transaksi perekonomian stabil maka bisa dipastikan perekonomian akan berjalan dengan baik. Sentimen positif ini dapat menyebabkan kenaikan nilai mata uang lokal.
Selain itu, harus diperhatikan juga Core GDP yaitu GDP yang telah dikoreksi dengan memasukkan faktor inflasi didalamnya.
Manfaat GDB :
1.   Dapat digunakan untuk mengetahui dengan cepat apakah perekonomian suatu negara mengalami pertumbuhan atau tidak.
2.        Dipergunakan dalam menghitung perubahan harga.
Keterbatasan GDB  :
1.        Perhitungan GDB dan analisis kemakmuran suatu negara.
2.        Perhitungan dan masalah kesejahteraan.
3.        GDB perkapita dan masalah produksi.

2.    Apa yang dimaksud dengan pendapatan nasional?
Jawab :
Salah satu indikator perekonomian dari sebuah negara yang sangat utama yang disebut dengan pendapatan nasional. Pendapatan nasional dalam hal ini, merupakan suatu angka atau nilai yang menggambarkan seluruh produksi, pengeluaran, ataupun pendapatan yang dihasilkan dari semua sektor/pelaku ekonomi dari suatu negara dalam kurun waktu tertentu. Selain itu, Pendapatan Nasional dapat diartikan sebagai jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi dalam satu periode, biasanya selama 1 tahun.
Pendapatan nasional sering digunakan sebagai  indikator ekonomi dalam hal :
- Menentukkan laju tingkat perkembangan /pertumbuhan perekonomian suatu negara
- Mengukur keberhasilan suatu negara dalam mencapai tujuan pembangunan ekonominya
- Dapat membandingkan tingkat kemakmuran masyarakat suatu negara dengan negara lainnya
Walaupun demikian tidak semua ahli ekonomi setuju jika hanya pendapatan perkapita saja yang digunakan sebagai alat untuk mengukur kemakmuran dan kesejahteraan suatu negara.  Kritik ahli ekonomi tersebut diantaranya :
- Ada faktor-faktor lain diluar pendapatan yang akan berdampak pada tingkat kemakmuran dan kesejahteraan.
- Kesejahteraan masyarakat masih bersifat subjektif.  Setiap orang mempunyai pandangan hidup yang berbeda sehingga ukuran dari tingkat kesejahteraannya pun berbeda-beda.
Ada beberapa tokoh ekonomi yang memberikan masukan/saran terhadap ukuran–ukuran kemakmuran dan kesejahteraan diantaranya adalah :

 > Dudley Seers mengatakan, bahwa paling tidak ada 3 masalah pokok yang perlu di perhatikan dalam mengukur tingkat pembangunan suatu negara 3 masalah tersebut yaitu :
1.      Tingkat kemiskinan
2.      Tingkat penggangguran
3.      Tingkat ketimpangan di berbagai bidang

> J.l. Tamba, beragumentasi bahwa ada 4 hal sebagai dasar dalam mengukur perekonomian dan kemakmuran di Indonesia, 4 hal tersebut yaitu :
1.      Kesehatan dan keamanan 
2.      Pendidikan keahlian dan standar hidup
3.      Pendapatan 
4.       Permukiman

> Hendra Es Mara, lebih memilih 3 komponen yang ia anggap perlu diperhatikan dalam rangka mengukur kemakmuran dan kesejahteraan suatu negara, yaitu :
1.      Penduduk dan kesempatan kerja
2.      Pertumbuhan ekonomi
3.      Pemerataan dan Kesejahteraan masyarakat

3.    Berikan gambar ilustrasi untuk memperjelas soal no.2 bisa dalam bentuk table atau grafik!
Jawab :

Pertumbuhan ekonomi bisa bersumber dari pertumbuhan pada sisi permintaan agregat dan penawaran agregat. Melihat dari pembangunan ekonomi Indonesia sejak Pelita I pada tahun 1969 hingga krisis ekonomi terjadi, akhir tahun 1997 atau awal tahun 1998, dapat dikatakan bahwa Indonesia telah mengalami suatu proses pembangunan ekonomi yang spektakuler, paling tidak pada tingkat makro (agregat). Keberhasilan ini dapat diukur dengan sejumlah indicator ekonomi makro. Dua diantaranya yang umum digunakan adalah tingkat pendapatan nasional per kapita dan laju pertumbuhan PDB per tahun.
Pada tahun 1968 pendapatan nasional per kapita masih sangat rendah, hanya sekitar US$60. Nilai ini jauh lebih rendah disbanding pendapatan nasional dari negara-negara berkembang lainnya pada saat itu seperti India, Sri Lanka dan Pakistan. Akan tetapi sejak Pelita I dimulai pendapatan nasional Indonesia per kapita mengalami peningkatan yang relatif tinggi setiap tahun dan pada akhir dekade 1980-an telah mendekati US$500. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan PDB rata-rata per tahun juga tinggi yaitu sekitar 7% hingga 8% selama dekade 1970-an dan turun menjadi 3% hingga 4% per tahun selama dekade 1980-an.
Selama dekade 1970-an dan 1980-an, proses pembangunan ekonomi Indonesia bukannya banyak mengalami banyak rintangan yang cukup serius, salah satunya adalah dari faktor ekstenal yaitu merosotnya harga minyak mentah di pasar internasional menjelang pertengahan dekade 1980-an dan resesi ekonomi dunia yang juga terjadi pada dekade yang sama. Karena Indonesia sejak pemerintahan orde baru menganut sistem ekonomi terbuka (persiapan untuk melaksanakan OPEC), goncangan eksternal seperti itu sangat terasa efeknya terhadap laju pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Perekonomian nasional pada saat itu sangat tergantung pada pemasukan dolas AS dari hasil ekspor komoditi-komoditi primer khususnya minyak dan hasil pertanian. Tingkat ketergantungan yang tinggi ini membuat perekonomian nasional tidak bisa menghindar dari pengaruh negatif dari ketidakstabilan harga dari komoditi-komoditi tersebut di pasar internasional. Selain faktor harga, ekspor Indonesia, baik komoditas promer maupun barang-barang industri juga sangat tergantung pada pertumbuhan ekonomi dunia, terutama di negara-negara industri maju seperti Jepang, Amerika Serikat (AS), dan Eropa Barat yang merupakan pasar penting bagi ekspor Indonesia.
Resesi ekonomi dunia yang terutama disebabkan oleh rendahnya laju pertumbuhan PDB/PN di negara-negara industri maju yang mendominasi perdagangan dunia mengakibatkan lemahnya permintaan dunia terhadap barang-barang ekspor dari Indonesia, yang selanjutnya dapat menyebabkan defisit saldo perdagangan. Tanpa ada kompensasi yang cukup dari sumber-sumber yang lain, seperti investasi dan pinjaman luar-negeri defisit saldo neraca perdagangan membuat Indonesia kekurangan cadangan devisa (khususnya dollar AS).
Akibat selanjutnnya dana rupiah yang dapat disediakan untuk membiayai proses pembanguna ekonomi da ketersediaan dollar AS yang diperlukan untuk pembiayaan import berkurang. Berkurangnya import, khususnya barang modal, input perantasa, bahan baku dan komponen untuk keperluan kegiatan-kegiatan ekonomi (terkhusus industri), dapat mengurangi kapsitas produksi dalam negeri, yang selanjutnya berdampak negates terhadapr laju pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan nasional per kapita.

Gambar 1. Pengaruh Resesi Dunia terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (Suatu
       Ilustrasi Teoritis)


(sumber :Perekonomian Indonesia, Dr. Tulus T.H. Tambunan, 2001)

Dampak negatif resesi ekonomi dunia pada tahun 1982 terhadap perekonomian Indonesia terutama begitu terasa dalam laju pertumbuhan ekonomi uang untuk periode 1982-1988 jauh lebih rendah dari pada periode-periode sebelumnya. Beberapa negara lain di Asia seperti Malaysia, Filipina, Taiwan dan Thailand, juga mengalami hal yang sama. Pengaruh resesi dunia terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia akan digambarkan pada Gambar 1 berikut.
Selama pertengahan pertama dekade 1990-an, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia per tahun sekitar 7,3% hingga 8,2%. Hal ini membuat Indonesia termasuk negara ASEAN  dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini, rata-rata pendapatan nasional per kapita di Indonesia naik dengan pesat setiap tahun yaitu sudah melewati US$800 pada tahun 1993. Akan tetapi akibat krisis, pendapatan nasional per kapita di Indonesia menurun drastic, yaitu pada tahun 1998 menjadi US$640 dan tahun 1999 menjadi US$580. Laju pendapatan nasional per kapita di Indonesia sejak tahun 1968 hingga 1999 dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Perkembangan Pendapatan Nasional Per Kapita di Indonesia , 1968-1999 (Dalam US$)

(sumber : World Bank database)

Sebagai perbandingan, Cina yang pendapatan nasional per kapitanya tahun 1995 hanya US$520 dan tahun 1998 dan tahun 1999 lebih tinggi dari Indonesia. Pendapatan nasional per kapita Korea Selatan juga mengalami penurunan akibat krisis, namun masih lebih tinggi dari Indonesia, demikian juga negara-negara lain termasuk Vietnam yang merupakan salah satu negara di Aia Tenggara yang baru memulai pembangunan ekonominya. Perkembangan pendapatan nasional per kapita beberapa negara di Asia Tenggara tahun 1995-1999 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pendapatan Nasional Per Kapita di Beberapa Negara Asia Tenggara,
 1995-1999 (Atas Harga Berlaku – Dalam Dollar AS)
Negara
Pendapatan Nasional Per Kapita
1995
1998
1999
Indonesia
1.000
640
580
Cina
520
740
780
Korea Selatan
10.250
8.500
8.490
Malaysia
3.890
3.680
3.400
Filipina
1.010
1.050
1.020
Singapura
27.230
30.560
29.610
Thailand
2.730
2.070
1.960
Vietnam
250
350
370
 (sumber : World Bank database)



Tugas Kedua

1.    Jelaskan cara perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan produksi (GDP) dan berilah 2 contoh perhitungannya.
                   Perhitungan Pendapatan Nasional dengan Pendekatan Produksi (GDP) adalah pendapatan nasional yang nilainya dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh kegiatan produksi yang dilakukan oleh semua pelaku/sektor ekonomi di wilayah Indonesia, dalam kurun waktu tertentu. Barang dan jasa yang dimaksud disini adalah barang jadi ( finished goods) atau barang terakhir (final goods), artinya barang yang langsung dapat diterima oleh konsumen (bukan bahan mentah atau barang setengah jadi).
Nilai barang dan jasa yang di produksi di suatu negara dalam satu tahun dengan cara menjumlahkan value added tiap proses produksi. Pendekatan produksi bisa dicari dengan menggunakan rumus, Rumus Pendekatan produksi :


       Yield = Y = (PQ)1 + (PQ)2 +…..(PQ)n

 
 


Keterangan :
Y = Pendapatan Nasional
P = harga
Q = kuantitas

Contoh 1:
Nilai penjualan seluruh perusahaan tergolong kain batik Rp 2.000, bahan mentah dibutuhkan bernilai Rp. 500. Maka sumbangan industri batik pada pendapatan nasional adalah
      Rp. 2000 – Rp. 500  = 1.500 juta



Contoh 2 :
Diketahui  hasil produksi berbagai sektor sebagai berikut :
No
Sektor Produksi
Nilai Output
NIlai Input
Nilai Tambah
1
Pertanian
Rp 1.000
Rp 250
Rp     750
2
Perdagangan
Rp 1.500
Rp 500
Rp  1.000
3
Industri Tekstil
Rp 1.250
Rp 500
Rp    750
4
Pabrik Tahu
Rp 1.125
Rp 750
Rp     375
5
Farmasi
Rp 1.250
Rp 600
Rp     650
Jumlah Nilai Tambah
Rp  3.325

Berdasarkan tabel diatas, nilai pendapatan nasional adalah jumlah nilai tambah dari setiap produksi yaitu sebesar Rp 3.525

Keterangan:
PN= pendapatan nasional
Pn = harga jualsuatu produk
Qn = hasil produksi
Contoh lain yang sama dengan contoh 2
No
Jenis Kegiatan
Nilai Produksi
Nilai Tambah
1
Penebangan Kayu
Rp    100.000
Rp    100.000
2
Penggergajian Kayu
Rp    400.000
Rp    300.000
3
Pembuatan Perabot
Rp 1.200.000
Rp    800.000
4
Penjualan Perabot
Rp 1.600.000
Rp    400.000
Jumlah Nilai Tambah Produksi
Rp 1.600.000
(Sumber: Warta Ekonomi,17Februari 2006.)

Berdasarkan tabel diatas, nilai pendapatan nasional adalah jumlah nilai tambah dari setiap produksi yaitu sebesar Rp 1.600.000
DAFTAR PUSTAKA

Tambunan, Dr. Tulus T.H.2001.”Perekonomian IndonesiaPerekonomian Indonesia.Jakarta.
Ghalia Indonesia

Dernburg, Thomas F. dan Karyaman Muschtar.1994.”Makro-Ekonomi:Konsep, Teori, dan
Kebijakan”.Jakarta.Erlangga.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar