“ Tugas Perekonomian Indonesia
(Softskill) ”
Kelas :
1EB20
Nama NPM
1. Arrafah
Marzuqoh 28212115
2. Ayu
Putrisari 21212291
3. Fachmi
Putri Ristanti 22212592
4. Roslinda
Oktavia Sitakar 2A212097
UNIVERSITAS
GUNADARMA
TAHUN
AJARAN 2013/2014
Tugas Perekonomian Indonesia (Softskill)
Tugas
Pertama
1. Terangkan
arti GDB sebagai indikator kemakmuran ekonomi dengan segala kekuatan dan
kelemahannya dalam perkembangan perekonomian Indonesia selama ini.
Jawab :
Produk
domestik bruto (Gross Domestic Product) adalah suatu metode penghitungan
yang digunakan oleh suatu negara sebagai tolak ukur yang utama bagi kegiatan
perekonomian nasional negaranya, namun pada dasarnya GDP mengukur seluruh volume
produksi dari suatu negara secara geografis. Dalam perhitungan GDP ini,
termasuk juga didalamnya adalah hasil produksi barang dan jasa yang diproduksi
oleh suatu perusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang
bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang belum
diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari GDP
dianggap bersifat bruto/kotor.
GDP
disini mengandung arti untuk mengukur sebuah nilai pasar dari suatu barang dan
jasa akhir yang diproduksi oleh sumber daya yang terdapat dalam sebuah negara
selama jangka waktu tertentu, biasanya dalam kurun waktu satu tahun. GDP dapat juga digunakan untuk mempelajari
perekonomian dari waktu ke waktu atau sebagai alat perbandingan beberapa
perekonomian pada suatu saat. Selain itu, GDP dapat digunakan untuk mengukur
suatu tingkat kesehatan perekonomian suatu wilayah (negara). Tetapi GDP
seringkali dikritik dengan alasan tidak mencatumkan transaksi ekonomi pada
tingkat rendah. Dalam Forex Trading GDP
merupakan salah satu indikator terpenting yang bisa memicu volatilitas harga
terutama untuk Core GDP. Dalam skala A sampai D dengan A adalah sangat
penting sedangkan D tidak penting sama sekali, GDP merupakan
indikator berskala B yang dapat menyebabkan perubahan volatilitas mata uang.
GDP
dirilis per kuarter, dan angka dalam data ini menunjukkan persentase
pertumbuhan dari kuarter sebelumnya. Laporan GDP terbagi dalam 3 rilis :
1)
Advanced – Rilis Pertama;
2) Preliminary – Revisi Pertama; dan
3) Final –
Revisi Kedua dan Terakhir. Ketiga revisi inilah yang biasanya berdampak signifikan
bagi pasar.
Jika
GDP (persentase) naik dibandingkan dengan data pada periode sebelumnya
maka nilai mata uang dari suatu negara yang bersangkutan cenderung mengalami
kenaikan. Hal ini dapat terjadi, karena GDP menggambarkan seluruh nilai
transaksi suatu negara secara umum. Jika siklus transaksi perekonomian stabil
maka bisa dipastikan perekonomian akan berjalan dengan baik. Sentimen positif
ini dapat menyebabkan kenaikan nilai mata uang lokal.
Selain itu, harus diperhatikan
juga Core GDP yaitu GDP yang telah dikoreksi dengan memasukkan faktor
inflasi didalamnya.
Manfaat
GDB :
1. Dapat digunakan untuk mengetahui dengan
cepat apakah perekonomian suatu negara mengalami
pertumbuhan atau tidak.
2.
Dipergunakan dalam menghitung
perubahan harga.
Keterbatasan
GDB :
1.
Perhitungan GDB dan analisis kemakmuran
suatu negara.
2.
Perhitungan dan masalah kesejahteraan.
3.
GDB perkapita dan masalah produksi.
2. Apa
yang dimaksud dengan pendapatan nasional?
Jawab :
Salah satu indikator perekonomian dari
sebuah negara yang sangat utama yang disebut dengan pendapatan nasional. Pendapatan nasional dalam hal ini, merupakan
suatu angka atau nilai yang menggambarkan seluruh produksi, pengeluaran, ataupun
pendapatan yang dihasilkan dari semua sektor/pelaku ekonomi dari suatu negara
dalam kurun waktu tertentu. Selain itu, Pendapatan Nasional dapat diartikan
sebagai jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga
(RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi dalam satu
periode, biasanya selama 1 tahun.
Pendapatan
nasional sering digunakan sebagai indikator ekonomi dalam hal :
- Menentukkan
laju tingkat perkembangan /pertumbuhan perekonomian suatu negara
- Mengukur
keberhasilan suatu negara dalam mencapai tujuan pembangunan ekonominya
- Dapat
membandingkan tingkat kemakmuran masyarakat suatu negara dengan negara lainnya
Walaupun
demikian tidak semua ahli ekonomi setuju jika hanya pendapatan perkapita saja
yang digunakan sebagai alat untuk mengukur kemakmuran dan kesejahteraan suatu
negara. Kritik ahli ekonomi tersebut
diantaranya :
- Ada
faktor-faktor lain diluar pendapatan yang akan berdampak pada tingkat
kemakmuran dan kesejahteraan.
- Kesejahteraan
masyarakat masih bersifat subjektif. Setiap
orang mempunyai pandangan hidup yang berbeda sehingga ukuran dari tingkat
kesejahteraannya pun berbeda-beda.
Ada
beberapa tokoh ekonomi yang memberikan masukan/saran terhadap ukuran–ukuran
kemakmuran dan kesejahteraan diantaranya adalah :
> Dudley
Seers mengatakan, bahwa paling tidak ada 3 masalah pokok yang perlu di perhatikan
dalam mengukur tingkat pembangunan suatu negara 3 masalah tersebut yaitu :
1. Tingkat
kemiskinan
2. Tingkat
penggangguran
3. Tingkat
ketimpangan di berbagai bidang
> J.l.
Tamba, beragumentasi bahwa ada 4 hal sebagai dasar dalam mengukur perekonomian
dan kemakmuran di Indonesia, 4 hal tersebut yaitu :
1. Kesehatan
dan keamanan
2. Pendidikan
keahlian dan standar hidup
3. Pendapatan
4. Permukiman
> Hendra
Es Mara, lebih memilih 3 komponen yang ia anggap perlu diperhatikan dalam
rangka mengukur kemakmuran dan kesejahteraan suatu negara, yaitu :
1. Penduduk
dan kesempatan kerja
2. Pertumbuhan
ekonomi
3. Pemerataan
dan Kesejahteraan masyarakat
3. Berikan
gambar ilustrasi untuk memperjelas soal no.2 bisa dalam bentuk table atau
grafik!
Jawab
:
Pertumbuhan
ekonomi bisa bersumber dari pertumbuhan pada sisi permintaan agregat dan
penawaran agregat. Melihat dari pembangunan ekonomi Indonesia sejak Pelita I
pada tahun 1969 hingga krisis ekonomi terjadi, akhir tahun 1997 atau awal tahun
1998, dapat dikatakan bahwa Indonesia telah mengalami suatu proses pembangunan
ekonomi yang spektakuler, paling tidak pada tingkat makro (agregat).
Keberhasilan ini dapat diukur dengan sejumlah indicator ekonomi makro. Dua
diantaranya yang umum digunakan adalah tingkat pendapatan nasional per kapita
dan laju pertumbuhan PDB per tahun.
Pada tahun 1968
pendapatan nasional per kapita masih sangat rendah, hanya sekitar US$60. Nilai
ini jauh lebih rendah disbanding pendapatan nasional dari negara-negara
berkembang lainnya pada saat itu seperti India, Sri Lanka dan Pakistan. Akan
tetapi sejak Pelita I dimulai pendapatan nasional Indonesia per kapita
mengalami peningkatan yang relatif tinggi setiap tahun dan pada akhir dekade
1980-an telah mendekati US$500. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan PDB
rata-rata per tahun juga tinggi yaitu sekitar 7% hingga 8% selama dekade
1970-an dan turun menjadi 3% hingga 4% per tahun selama dekade 1980-an.
Selama dekade
1970-an dan 1980-an, proses pembangunan ekonomi Indonesia bukannya banyak
mengalami banyak rintangan yang cukup serius, salah satunya adalah dari faktor
ekstenal yaitu merosotnya harga minyak mentah di pasar internasional menjelang
pertengahan dekade 1980-an dan resesi ekonomi dunia yang juga terjadi pada dekade
yang sama. Karena Indonesia sejak pemerintahan orde baru menganut sistem
ekonomi terbuka (persiapan untuk melaksanakan OPEC), goncangan eksternal
seperti itu sangat terasa efeknya terhadap laju pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Perekonomian
nasional pada saat itu sangat tergantung pada pemasukan dolas AS dari hasil
ekspor komoditi-komoditi primer khususnya minyak dan hasil pertanian. Tingkat
ketergantungan yang tinggi ini membuat perekonomian nasional tidak bisa
menghindar dari pengaruh negatif dari ketidakstabilan harga dari
komoditi-komoditi tersebut di pasar internasional. Selain faktor harga, ekspor
Indonesia, baik komoditas promer maupun barang-barang industri juga sangat
tergantung pada pertumbuhan ekonomi dunia, terutama di negara-negara industri
maju seperti Jepang, Amerika Serikat (AS), dan Eropa Barat yang merupakan pasar
penting bagi ekspor Indonesia.
Resesi
ekonomi dunia yang terutama disebabkan oleh rendahnya laju pertumbuhan PDB/PN
di negara-negara industri maju yang mendominasi perdagangan dunia mengakibatkan
lemahnya permintaan dunia terhadap barang-barang ekspor dari Indonesia, yang
selanjutnya dapat menyebabkan defisit saldo perdagangan. Tanpa ada kompensasi
yang cukup dari sumber-sumber yang lain, seperti investasi dan pinjaman
luar-negeri defisit saldo neraca perdagangan membuat Indonesia kekurangan
cadangan devisa (khususnya dollar AS).
Akibat
selanjutnnya dana rupiah yang dapat disediakan untuk membiayai proses
pembanguna ekonomi da ketersediaan dollar AS yang diperlukan untuk pembiayaan
import berkurang. Berkurangnya import, khususnya barang modal, input perantasa,
bahan baku dan komponen untuk keperluan kegiatan-kegiatan ekonomi (terkhusus industri),
dapat mengurangi kapsitas produksi dalam negeri, yang selanjutnya berdampak
negates terhadapr laju pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan nasional
per kapita.
Gambar 1.
Pengaruh Resesi Dunia terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (Suatu
Ilustrasi Teoritis)
(sumber :Perekonomian
Indonesia, Dr. Tulus T.H. Tambunan, 2001)
Dampak negatif
resesi ekonomi dunia pada tahun 1982 terhadap perekonomian Indonesia terutama
begitu terasa dalam laju pertumbuhan ekonomi uang untuk periode 1982-1988 jauh
lebih rendah dari pada periode-periode sebelumnya. Beberapa negara lain di Asia
seperti Malaysia, Filipina, Taiwan dan Thailand, juga mengalami hal yang sama.
Pengaruh resesi dunia terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia akan digambarkan
pada Gambar 1 berikut.
Selama
pertengahan pertama dekade 1990-an, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia per
tahun sekitar 7,3% hingga 8,2%. Hal ini membuat Indonesia termasuk negara
ASEAN dengan pertumbuhan ekonomi yang
tinggi. Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini, rata-rata
pendapatan nasional per kapita di Indonesia naik dengan pesat setiap tahun
yaitu sudah melewati US$800 pada tahun 1993. Akan tetapi akibat krisis,
pendapatan nasional per kapita di Indonesia menurun drastic, yaitu pada tahun
1998 menjadi US$640 dan tahun 1999 menjadi US$580. Laju pendapatan nasional per
kapita di Indonesia sejak tahun 1968 hingga 1999 dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar
2. Perkembangan Pendapatan Nasional Per Kapita di Indonesia , 1968-1999 (Dalam US$)
(sumber : World Bank database)
Sebagai
perbandingan, Cina yang pendapatan nasional per kapitanya tahun 1995 hanya
US$520 dan tahun 1998 dan tahun 1999 lebih tinggi dari Indonesia. Pendapatan
nasional per kapita Korea Selatan juga mengalami penurunan akibat krisis, namun
masih lebih tinggi dari Indonesia, demikian juga negara-negara lain termasuk
Vietnam yang merupakan salah satu negara di Aia Tenggara yang baru memulai
pembangunan ekonominya. Perkembangan pendapatan nasional per kapita beberapa
negara di Asia Tenggara tahun 1995-1999 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel
1. Pendapatan Nasional Per Kapita di Beberapa Negara Asia Tenggara,
1995-1999
(Atas Harga Berlaku – Dalam Dollar AS)
Negara
|
Pendapatan
Nasional Per Kapita
|
||
1995
|
1998
|
1999
|
|
Indonesia
|
1.000
|
640
|
580
|
Cina
|
520
|
740
|
780
|
Korea
Selatan
|
10.250
|
8.500
|
8.490
|
Malaysia
|
3.890
|
3.680
|
3.400
|
Filipina
|
1.010
|
1.050
|
1.020
|
Singapura
|
27.230
|
30.560
|
29.610
|
Thailand
|
2.730
|
2.070
|
1.960
|
Vietnam
|
250
|
350
|
370
|
(sumber : World Bank database)
Tugas Kedua
1. Jelaskan
cara perhitungan pendapatan nasional dengan pendekatan produksi (GDP) dan
berilah 2 contoh perhitungannya.
Perhitungan Pendapatan Nasional dengan Pendekatan Produksi
(GDP) adalah pendapatan nasional yang nilainya dihitung dengan cara
menjumlahkan seluruh kegiatan produksi yang dilakukan oleh semua pelaku/sektor
ekonomi di wilayah Indonesia, dalam kurun waktu tertentu. Barang dan jasa yang dimaksud disini adalah
barang jadi ( finished goods) atau barang terakhir (final goods), artinya barang
yang langsung dapat diterima oleh konsumen (bukan bahan mentah atau barang
setengah jadi).
Nilai barang
dan jasa yang di produksi di suatu negara dalam satu tahun dengan cara
menjumlahkan value added tiap proses
produksi.
Pendekatan
produksi bisa dicari dengan menggunakan rumus, Rumus
Pendekatan produksi :
|
Keterangan
:
Y
= Pendapatan Nasional
P = harga
Q = kuantitas
Q = kuantitas
Contoh 1:
Nilai penjualan
seluruh perusahaan tergolong kain batik Rp 2.000, bahan mentah dibutuhkan
bernilai Rp. 500. Maka sumbangan industri batik pada pendapatan nasional adalah
Rp. 2000 – Rp. 500 = 1.500 juta
Contoh 2 :
Diketahui hasil produksi berbagai sektor sebagai
berikut :
No
|
Sektor Produksi
|
Nilai Output
|
NIlai Input
|
Nilai Tambah
|
1
|
Pertanian
|
Rp 1.000
|
Rp 250
|
Rp 750
|
2
|
Perdagangan
|
Rp 1.500
|
Rp 500
|
Rp 1.000
|
3
|
Industri Tekstil
|
Rp 1.250
|
Rp 500
|
Rp 750
|
4
|
Pabrik Tahu
|
Rp 1.125
|
Rp 750
|
Rp 375
|
5
|
Farmasi
|
Rp 1.250
|
Rp 600
|
Rp 650
|
Jumlah Nilai Tambah
|
Rp 3.325
|
Berdasarkan tabel diatas, nilai pendapatan nasional adalah
jumlah nilai tambah dari setiap produksi yaitu sebesar Rp 3.525
Keterangan:
PN= pendapatan nasional
Pn = harga jualsuatu produk
Qn = hasil produksi
PN= pendapatan nasional
Pn = harga jualsuatu produk
Qn = hasil produksi
Contoh lain yang sama dengan contoh 2
No
|
Jenis Kegiatan
|
Nilai Produksi
|
Nilai Tambah
|
1
|
Penebangan Kayu
|
Rp 100.000
|
Rp 100.000
|
2
|
Penggergajian Kayu
|
Rp 400.000
|
Rp 300.000
|
3
|
Pembuatan Perabot
|
Rp 1.200.000
|
Rp 800.000
|
4
|
Penjualan Perabot
|
Rp 1.600.000
|
Rp 400.000
|
Jumlah Nilai Tambah Produksi
|
Rp 1.600.000
|
(Sumber: Warta Ekonomi,17Februari
2006.)
Berdasarkan tabel diatas, nilai pendapatan nasional adalah
jumlah nilai tambah dari setiap produksi yaitu sebesar Rp 1.600.000
DAFTAR PUSTAKA
Tambunan, Dr. Tulus T.H.2001.”Perekonomian
IndonesiaPerekonomian Indonesia.Jakarta.
Ghalia
Indonesia
Dernburg, Thomas F. dan Karyaman Muschtar.1994.”Makro-Ekonomi:Konsep,
Teori, dan
Kebijakan”.Jakarta.Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar