“KEBIJAKAN
FISKAL, PENGARUH DAN EFEKTIVITASNYA DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA”
Kelas
1EB20
Roslinda O. Sitakar 2A212097
UNIVERSITAS
GUNADARMA
FAKULTAS
EKONOMI
S1 AKUNTANSI
BEKASI
2013
PENDAHULUAN
Kebijakan
fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi
perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan
pengeluaran pemerintah. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang
berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan
daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah
output. Sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta
menurunkan output industri secara umum.
Dalam literatur klasik,
terdapat beberapa perbedaan pandangan
mengenai kebijakan fiskal, terutama menurut teori Keynes dan tiori klasik
tradisional (Nopirin, 2000). Pada prinsipnya Keynes berpendapat bahwa kebijakan fiskal lebih besar pengaruhnya
terhadap output daripada kebijakan moneter. Hal ini didasarkan atas pendapatnya
bahwa, pertama elastisitas permintaan uang terhadap tingkat bunga kecil sekali
(extrim-nya nol) sehingga kurva IS tegak.
Kebijakan fiskal dan
kebijakan moneter satu sama lain saling berpengaruh dalam kegiatan
perekonomian. Masing–masing variabel kebijakan tersebut, kebijakan fiskal
dipengaruhi oleh dua variabel utama, yaitu pajak (tax) dan pengeluaran pemerintah (goverment
expenditure). Sedangkan variabel utama dalam kebijakan moneter, yaitu GDP,
inflasi, kurs, dan suku bunga. Berbicara tentang kebijakan fiskal dan kebijakan
moneter berkaitan erat dengan kegiatan perekonomian empat sektor, dimana sektor
– sektor tersebut diantaranya sektor rumah tangga, sektor perusahaan, sektor
pemerintah dan sektor dunia internasional/luar negeri. Ke-empat sektor ini
memiliki hubungan interaksi masing – masing dalam menciptakan pendapatan dan
pengeluaran.
ISI
1. Peranan Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal adalah kebijakan ekonomi dalam rangka
mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan
mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan
kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal
lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja pemerintah.
Kebijakan fiskal yang
ekspansif akan menggeser kurva IS ke kanan sehingga output meningkat. Sedangkan
ekspansi moneter dengan penambahan jumlah uang beredar pada kurva IS yang tetap
tidak akan berpengaruh terhadap output. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan
fiskal akan lebih efektif dibandingkan dengan kebijakan moneter.
Pada sektor rumah tangga (RTK), dimana rumah tangga melakukan
pembelian barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan untuk konsumsi daan
mendapatkan pendapatan berupa gaji, upah, sewa, dividen, bunga, dll dari
perusahaan. kegiatan ekonomi dengan Pemerintah adalah rumah tangga menyetorkan
sejumah uang sebagai pajak dan menerima penerimaan berupa gaji, bunga,
penghasilan non balas jasa, dll. Sedangkan dengan dunia internasional adalah
rumah tangga mengimpor barang dan jasa dari luar negeri untuk memenuhi
kebutuhan hidup.
Pada sektor perusahaan, kegiatan ekonomi memiliki hubungan
dengan rumah tangga yaitu perusahaan menghasilkan produk-produk barupa barang
dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat dan memberikan penghasilan dan
keuntungan kepada rumah tangga barupa gaji, deviden, sewa, upah, bunga.
Sedangkan hubungan dengan pemerintah, perusahaan akan membayar pajak kepada
pemerintah dan menjual produk dan jasa kepada pemerintah. Sedangkan hubungan
dengan dunia internasional, perusahaan melakukan impor atas produk barang
maupun jasa dari luar negri.
Pada sektor pemerintah, kegiatan ekonomi yang berhubungan
dengan rumah tangga dimana pemerintah menerima setoran pajak rumah tangga untuk
kebutuhan operasional, pembangunan. Dan untuk hubungan dengan perusahaan,
pemerintah mendapatkan penerimaan pajak dari pengusaha dan pemerintah membeli
produk dari perusahaan berdasarkan dana anggaran belanja yang ada. Pada sektor dunia
internasional/luar negeri, dimana hubungan dengan rumah tangga adalah dunia
internasional menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan rumah tangga. dan
untuk hubungan dengan perusahaan, dunia internasional mengekspor produknya
kepada bisnis-bisnis perusahaan.
2.
Jenis
Kebijakan Fiskal
Dari
sudut ekonomi makro maka kebijakan fiskal dapat dibedakan menjadi dua yaitu kebijakan
fiskal ekspansif dan kebijakan fiskal kontraktif. Kebijakan fiskal
ekspansif adalah suatu kebijakan ekonomi
dalam rangka mengarahkan kondisi
perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan
pengeluaran pemerintah, pada saat munculnya kontraksional gap. Konstraksional gap
adalah suatu kondisi dimana output potensial (YF) lebih tinggi
dibandingkan dengan output actual ( Y1).
Pada saat terjadi kontraksional gap ini kondisi perekonomian ditandai oleh
tingginya tingkat pengangguran dimana Uactual > Ualamiah.
Kebijakan
ekspansif dilakukan dengan cara menaikkan pengeluaran pemerintah (G) atau menurunkan
pajak (T) untuk meningkatkan output (Y), adapun mekanisme peningkatan
pengeluaran pemerintah ataupun penurunan pajak (T) terhadap output adalah
sebagai berikut, pada grafik (2.1) maka dapat dijelaskan bahwa disaat
pengeluaran pemerintah (∆G) naik atau selisih pajak (∆T) turun maka akan menggeser kurva
pengeluaran agregat keatas sehingga
pendapatan akan naik dari (Y1) menjadi (Yf).
Gambar
2.1. Kurva kebijakan fiskal ekspansif
Kebijakan
fiskal kontraktif adalah kebijakan
pemerintah dengan cara menurunkan
belanja negara dan menaikkan tingkat pajak. Kebijakan ini bertujuan untuk
menurunkan daya beli masyarakat dan mengatasi inflasi. kebijakan pemerintah
untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik
anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi
yang mulai memanas (overheating)
untuk menurunkan tekanan permintaan. pada saat munculnya ekpansionary gap. Ekspansionary gap adalah suatu kondisi
dimana output potensial (Yf) lebih kecil dibandingkan dengan output
Actual (Y1). Adapun mekanisme penurunan pengeluaran pemerintah (G)
ataupun kenaikan pajak (T) terhadap output (Y) adalah sebagai berikut, secara
grafik kebijakan fiskal kontraktif diagram sebagai berikut:
Gambar
2.2. Kurva kebijakan fiskal kontraktif
Pada
gambar 2.2 dapat dijelaskan bahwa disaat pengeluaran pemerintah (∆G) turun atau
selisih pajak (∆T) naik maka akan menggeser kurva pengeluaran agregat kebawah
sehingga Pendapatan akan turun dari (Y1)
menjadi (Yf).
Instrumen
kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan
erat dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku
akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli
masyarakat akan meningkat dan industri
akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan
menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
Dengan tetap
mempertahankan asumsi bahwa pengeluaran investasi (I) dan pengeluaran
pemerintah (G) bersifat otonomus, maka pajak akan mempengaruhi pengeluaran
konsumsi melalui pengaruhnya terhadap fungsi konsumsi.
3.
Pengaruh
Pajak terhadap Pendapatan Konsumsi
Pemerintah menjalankan kebijakan fiskal
jika ia menggunakan kekuasaannya untuk mempengarui pengeluaran total baik
secara langsung - dengan mengubah belanja barang dan jasanya - maupun tidak
langsung – dengan mengubah pendapatan diposabel anggota masyarakat melalui
pelabuhan tingkat perpajakan atau tunjangan (transfer outlays). Walaupun pengaruh fiskal dari
pemerintah-pemerintah pusat dan daerah sangat besar, kedua jenis pemerintah
daerah ini tidak dapat menjalankan kebijakan fisal yang sistematis karena
mereka tidak dapat mengalami defisit yang tanpa batas. Mereka harus berusaha
mengatasinya atau mereka akan kehilangan kredibilitas. Selama resesi ekonomi,
penerimaan negara menurun dan tunjangan penganggutan serta pengeluaran untuk
berbagai program lainnya meningkat sehingga terjadi defisit. Nilai defisit
biasanya dikendalikan dengan menaikkan pajak dan mengurangi pengeluaran.
Pengeluaran pemerintah dan kebijakan perpajakan mempunyai
tiga dampak utama dalam makro ekonomi yaitu dampak pengeluaran (expenditure impact), dampak financial (financial expenditure), dan dampak
penawaran (supply expenditure).
Misalakan pemerintah merancang program pembangunan jalan raya, kenaikan
pengeluaran secara langsung meningkatkan kegiatan ekonomi. Jika pemerintah
membiayai defisit yang terjadi dengan menjual obligasi kepada sektor swasta,
kekayaan sektor swasta akan naik, dan dampak financial ini akan meninmbulkan
dampak pengeluaran. Selanjutnya jalan baru tersebut akan menambah infrastruktur
perekonomian dan menaikkan potensi produksi, berarti akan menambah penawaran.
Serupa dengan hal tersebut, suatu pemotongan pajak secara
langsung akan meningkatkan pendapatan disposabel (pendapatan setelah kena
pajak) dan konsumsi sektor swasta. Hal itu pun akan memberikan dampak finansial
karena kenaikan defisit yang terjadi harus dibiayai. Akhirnya pemotongan pajak
tersebut akan merangsang orang untuk bekerja lebih giat dank arena itu ia juga
memberikan dampak dari sisi penawaran.
Er = C + Ir
+ G
|
Ahli statistik pendapatan nasional kini mempunyai kerangka kerja sebagai berikut :
Sektor
|
Pengeluaran
|
Pendapatan
|
Rumah Tangga
|
C (konsumsi)
|
Yd (Pendapatan disposabel)
|
Perusahaan
|
Ir (realisasi
investasi bersih)
|
O
|
Pemerintah
|
G (belanja barang dan jasa
pemerintah)
|
T (seluruh pajak dikurangi
pengeluaran tunjangan oleh pemerintah)
|
Sama dengan
|
Er (realisasi
pengeluaran nasional)
|
Y (pendapatan nasional riil)
|
Dari kerangka kerja di atas jelas bahwa sektor pemerintah
sekarang termasuk dalam perkiraan. Pada sisi pengeluaran kita tambahkan belanja
barang dan jasa pemerintah. Dalam kaitannya dengan pembahasan sekarang,
tunjangan harus kita anggap sebagai pajak negeatif, tunjangan kita masukkan di
sisi kanan pada neraca karena iya berlaku seperti pajak dalam membedakan
pendapatan nasional dengan pendapat disposabel. Tunjangn tidak merupakan
pengeluaran terhadap barang dan jasa, tetapi seperti pajak, iya mempengaruhi
pendapatan disposabel dan mempengaruhi pengeluaran untuk konsumsi.
Secara metematik, pendapatan disposabel adalah hasil
pengurangan antara total pendapatan dengan pajak:
Yd = Y – T
|
|
Yd :
Pendapatan setelah kena pajak
Y :
Pendapatan sebelum kena pajak
T :
Taxes (pajak)
Pajak
memberikan dampak yang besar terhadap jumlah pendapatan. Semakin tinggi nilai
pajak yang diberlakukan, maka akan mengurangi jumlah pendapatan bersih. Dan sebaliknya
jika nilai pajak yang berlaku semakin menurun, maka jumlah pendapatan bersih
akan meningkat. Realisasi pengeluaran agregat sekarang sama dengan :
Y
= C + S + T
|
dan
karena pendapatan disposabel dapat dikonsumsi dan ditabung, sisi pendapatan dari
sisi kanan perkiraan tersebut dapat dipecah menjadi :
Defenisi
akuntansi mengharuskan Er = Y sehingga dengan menyamakan kedua sisi
perkiraan kita peroleh : Ȼ + Ir + G = Ȼ + S + T
Ir + G = S + T
Bagian sebelah kiri
dari persamaan di atas komponen-komponen non konsumsi dari pengeluaran
direncanakan, dan sering disebut “suntikan”. S + T di sisi kanan adalah bagian
Y yang tidak dikonsumsi. Dan umumnya disebut “bocoran” karena S dan T adalah
pendapatan yang tidak dibelanjakan. Keseimbangan mengharuskan suntikan (injection) sama dengan bocoran (leakages); jika tidak, aka nada
perbedaan antara pengeluaran direncanakan dnegan pendapatan, dan hal ini akan
menimbulkan pendapatan yang berubah.
|
atau
dalam bentuk ini
sisi kiri menunjukkan defisit anggaran pemerintah yang harus sama dengan
selisih antara tabungan swasta dan investasi yang diinginkan yang dewasa ini
sering disebut “surplus sektor swasta” karena ia setara dengan selisih antara
penghasilan disposabel sektor swasta dan pengeluaran swasta.
4.
Pengaruh
Pajak terhadap Keseimbangan Ekonomi
Karena kebijakan fiskal bertujuan mengarahkan perekonomian
ke kondisi yang lebih baik, maka dampaknya terhadap keseimbangan ekonomi harus
dipahami. Salah satu cara paling mudah melihatnya adalah dengan melihat
pengaruh pajak terhadap output keseimbangan
Pajak
Anggaran
Dilihat dengan perbandingan nilai penerimaan (T) dan
pengeluaran (G), politik anggaran dapat dibedakan menjadi:
·
anggaran
tidak berimbang,dan
·
anggaran
berimbang.
Hasil yang dicapai dari kebijakan fiskal merupakan interaksi
(resultan) dari dampak pajak dan pengeluaran pemerintah terhadap output
keseimbangan. Pengaruh perubahan pengeluaran pemerintah terhadap perubahan
pendapatan keseimbangan seperti yang dibahas sebelumnya adalah :
∆Y
= ∆ G
Sedangkan pengaruh pajak terhadap pendapatan adalah:
∆Y = - b ∆T
a.
Anggaran Defisit (Deficit Budget)
Anggaran tidak berimbang dapat dibedakan lagi menjadi
anggaran defisit (deficit budget) dan
anggaran surplus (surplus budget).
Anggaran defisit adalah anggaran yang memng direncanakan untuk defisit, sebab
pengeluaran pemerintah direncanakan lebih besar dari penerimaan pemerintah
(T<G atau G>T). Politik anggaran defisit, bisanya ditempuh bila
pemerintah ingin menstimulir pertumbuhan ekonomi. Hal ini umumnya dilakukan
bila perekonomian berada dalam kondisi resesi.
Dengan asumsi kondisi awal anggaran pemerintah adalah
anggaran berimbang (G = T), bila pemerintah menempuh anggaran defisit, maka ∆G
> ∆T, dimana ∆G > 0 dan ∆T > 0 . karena ∆G > 0 dan ∆G
> ∆T, maka jika pemerintah menempuh politik anggaran defisit, pemerintah
dianggap memilih kebijakan fiskal ekspensif.
∆Y karena ∆G = ∆
G
∆Y karena ∆T = - b ∆ T
Sehingga
total pengaruhnya (karena ∆G dan ∆T) adalah :
Y = ∆G
+ - b ∆T
= ∆G
- b ∆ T
Atau
∆Y = ∆G – b ∆T
b.
Anggaran Surplus (Surplus Budget)
Kebalika dari anggaran defisit, dalam anggaran surplus pemerintah
merencanakan penerimaan lebih besar dari pengeluaran (T>G atau G<T). Atau
dapat Juga dikatakan pemerintah menempuh politik anggaran surplus, dimana
∆G < ∆T, dimana ∆G dan ∆T >0
c. Anggaran Berimbang (Balance Budget)
Pemeirntah dikatakan menempuh politik anggaran berimbang
bila pengeluaran direncanakan sama dengan penerimaan ( G=T atau T=G)
∆Y
karena ∆G = ∆G
∆Y karena
∆T = - b ∆T
5.
Politik
Anggaran
Proses politik
anggaran negara secara transparan melalui prosedur yang relatif panjang menjadi
piranti strategis yang menjadi acuan dalam pelaksanaan kebijakan fiskal.
Sehingga, fungsi kebijakan fiskal dalam penerapan RAPBN 2009 sangat bergantung
pada pemahaman kolegial akan makna penting perencanaan, pelaksanaan yang
efektif, dan akuntabilitas pertanggungjawaban keuangan negara.
Hal itu
disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dalam sidang paripurna
dengan agenda jawaban pemerintah terhadap pemandangan umum fraksi-fraksi DPR
tentang Nota Keuangan dan RAPBN 2009, Selasa (26/8), di Jakarta. "Peranan
strategis lain dari kebijakan fiskal merupakan konsekuensi logis dari
peningkatan tranparansi, demokratisasi, dan keterlibatan seluruh elemen
masyarakat terkait kebijakan anggaran negara," tutur Sri Mulyani.
Dikatakan,
pemerintah merancang pendapatan negara dan hibah dalam RAPBN 2009 mencapai Rp
1.022,6 triliun atau naik Rp 127,6 triliun (sekitar 14,3%) dari sasarannya
dalam APBN-P 2008.
Untuk belanja
negara, direncanakan Rp 1.122,2 triliun atau naik 13,4% (setara Rp 132,7
triliun) dari pagu APBN-P 2008. Artinya, defisit anggaran pada 2009
diperkirakan mencapai Rp 99,6 triliun atau sekitar 1,9% dari PDB.
6.
Efektivitas
Kebijakan Fiskal
Krisis keuangan global menjadi
ancaman besar bagi upaya menciptakan pembangunan ekonomi yang berkarakter 3P (pro-growth, pro-job, dan pro-poor).
Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi pada 2009 dapat mencapai 5% atau
sedikit lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2008 yang diperkirakan mencapai
6,2%. Optimisme pemerintah memangkas laju pertumbuhan ekonomi yang relatif
moderat di tahun 2009 didasarkan atas dua alasan.
Pertama, adanya ruang gerak ekspansi
fiskal yang besar sebagai dampak dari sisa anggaran di tahun 2008 yang mencapai
Rp52,3 triliun. Kedua, pesta demokrasi (pemilihan anggota legislatif dan
presiden) yang diprediksi akan mampu mendorong permintaan dari berbagai sektor.
Disadari atau tidak,optimisme di tahun 2009 juga terlahir dari turunnya
ekspektasi inflasi yang menjadi semacam blessing
in disguise.
Sebagaimana diketahui, krisis global
akan menurunkan permintaan dunia untuk segala produk dan hal ini dapat menjadi
berita baik untuk meredam inflasi domestik yang berasal dari imported inflation
seperti turunnya harga minyak dunia, minyak sawit, dll.Turunnya laju inflasi
tidak hanya baik bagi tanda (signaling) turunnya suku bunga, tapi juga bagi
penduduk miskin ataupun mereka yang berada di batas garis kemiskinan.
a. Stimulus
Fiskal
Pemerintah juga telah menetapkan
empat strategi kebijakan untuk memperlunak dampak krisis global, yaitu
memperkuat ketahanan sektor keuangan, melakukan konsolidasi fiskal, memberikan
stimulus fiskal untuk mendorong pertumbuhan sektor riil, dan mempercepat
pembangunan infrastruktur.
Dengan pertimbangan bahwa stimulus
fiskal merupakan “obat merah”, fokus kebijakan haruslah pada sisi meminimalkan
dampak krisis global terhadap naiknya angka kemiskinan dan pengangguran.
Pemerintah telah berencana memberikan pajak pertambahan nilai ditanggung
pemerintah terhadap 17 industri dengan nilai Rp9 triliun lebih, tarif impor
ditanggung Rp2,4 triliun, belanja modal untuk infrastruktur yang mencapai
paling tidak Rp72 triliun, dan Rp4,9 triliun digunakan untuk biaya pembebasan
lahan.
Dengan demikian, total biaya yang
dikeluarkan sebagai respons dari krisis sebesar Rp88,3 triliun. Bagian tersulit
dalam menjalankan stimulus fiskal adalah menjamin efektivitas kebijakan,
termasuk dalam hal ini kalkulasi akan kelompok mana yang mendapat keuntungan dan
kerugian (benefit and cost).
Dalam situasi krisis, stimulus
fiskal seyogianya dapat memperkecil ketimpangan dan kesenjangan pendapatan.
Demikian pula penetapan sektor prioritas menjadi agenda yang perlu dipikirkan
secara matang.Namun,hal ini jelas tidak mudah karena pengambil kebijakan
cenderung mengambil sikap akomodatif bagi semua sektor karena lebih minim
risiko, terutama dari aspek ekonomi politik.
b. Pengangguran
Sebagaimana diketahui menurut data
BPS, hingga semester kedua tahun 2008, angka pengangguran terbuka masih
menunjukkan penurunan seiring dengan penciptaan lapangan kerja baru sebesar
2,62 juta orang antara Agustus 2007 dan Agustus 2008.
Hal ini mengindikasikan bahwa krisis
global belum berdampak negatif terhadap serapan tenaga kerja paling tidak
hingga medio 2008. Namun, angka setengah pengangguran menunjukkan peningkatan
hingga 2 juta orang dalam dua tahun terakhir ini. Hal ini menandakan bahwa
risiko naiknya angka pengangguran masih akan besar. Paling tidak ada tiga
alasan yang mendorong hal ini terjadi.
Pertama,
turunnya pertumbuhan ekonomi menandakan adanya penurunan kapasitas produksi
nasional dan hal ini pasti akan menambah angka pengangguran. Kedua, tingginya angka pemutusan
hubungan kerja akan memaksa intensitas pencarian pekerjaan semakin besar,
termasuk dalam hal ini pengangguran yang berada di kelompok pengangguran
sukarela. Ketiga, pengangguran juga
akan berasal dari kelompok pencari kerja baru yang sebelumnya masuk kategori
bukan angkatan kerja.
Sebagaimana diketahui, dalam dua
tahun terakhir ini, sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah
perdagangan dengan tingkat penciptaan kesempatan kerja mencapai 2 juta orang,
disusul jasa kemasyarakatan sebesar 1,74 juta.Pada sisi lain, sektor yang
merupakan kantong pengaman, yaitu sektor pertanian, hanya mampu menciptakan
kesempatan kerja baru sebanyak 190.000 orang. Dengan demikian fenomena pengangguran
terbesar akan dialami sektor jasa yang paling banyak menyerap tenaga kerja
dibandingkan dengan sektor pertanian dan industri.
c. Kemiskinan
Terlepas dari banyaknya kelemahan
dari sisi pengukuran angka kemiskinan, terutama dari sisi pengukuran garis
kemiskinan, data BPS menunjukkan persentase penduduk miskin pada 2008 merupakan
angka terkecil sejak krisis ekonomi 1997/1998.Namun, pengukuran garis
kemiskinan berdasarkan angka USD1 dan USD2, memperlihatkan lonjakan angka
kemiskinan yang sangat besar.
Hal ini menandakan bahwa angka
kemiskinan di Indonesia sangat sensitif terhadap garis kemiskinan yang menjadi
basis. Demikian pula fenomena kemiskinan di Indonesia bercirikan tingginya
kelompok masyarakat yang rentan menjadi miskin. Pada sisi lain, masalah kemiskinan
nonpendapatan (non-income poverty)
lebih serius dibandingkan dengan kemiskinan pendapatan (income poverty).
Melihat kenyataan tersebut,
pengendalian tingkat harga dan peningkatan akses masyarakat terhadap
infrastruktur dasar,khususnya pendidikan dan kesehatan, menjadi obat mujarab
untuk lebih melindungi kelompok miskin dan rawan miskin.
Pada akhirnya efektivitas stimulus
kebijakan fiskal akan sangat tergantung pada tiga elemen, yaitu penekanan
lonjakan pengangguran di sektor jasa,pemberian bantuan langsung bagi kelompok
miskin,dan perbaikan infrastruktur dasar.
PENUTUP
Kebijakan fiskal
berfungsi untuk mengatur perokonomian Indonesia terutama dibidang, yaitu pajak
(tax) dan pengeluaran pemerintah (goverment expenditure). Efektifitas
kebijakan ini berguna untuk mengatur dan mengendalikan GDP, inflasi, kurs, dan
suku bunga. Pengaturan fiskal secara tepat adalah suatu hal yang sangat sulit
karena memerlukan peramalan yang sangat akurat dan kesediaan bertindak cepat
berdasarkan ramalan tersebut. Banyak kebijakan fiskal yang berjalan secara
otomatis dan membantu menstabilkan perekonomian. Ketika perekonomian mengalami
kelesuan, penerimaan dari semua pajak akan menurun pula secara otomatis
sedangkan pengeluaran untuk tunjangan pengangguran, kesejahteraan dank upon
untuik pangan akan meningkat. Konsekuensinya adalah menurunnnya pendapatan sisa
pajak dan pasca pajak, namun tidak sebanyak dalam keadaan sebaliknya, dan hal
ini akan meredam efek penurunan konsumsi dan belanja investasi perusahaan dalam
suatu perekonomian, dengan cara tersebut efek pengangguran dapat diperkecil dan
resesi bisa diperingan.
DAFTAR PUSTAKA
Tambunan, Dr. Tulus T.H.2001.”Perekonomian
Indonesia.Jakarta.Ghalia Indonesia
Dernburg, Thomas F. dan Karyaman
Muschtar.1994.”Makro-Ekonomi:Konsep, Teori, dan
Kebijakan”.Jakarta.Erlangga.
Play Blackjack Online in Costa Rica | CasinoWeb
BalasHapusPlay 더킹 바카라 Blackjack online 바카라 사이트 in Costa Rica and claim 오래된 토토 사이트 the best free games! No download needed & no 바카라 사이트 registration needed.Play Blackjack · 해외야구 Spanish 21 · Horse racing